Saturday, March 12, 2022

Mengenal tokoh musik J.A Dungga

 J.A. Dungga (1922-1995) 

Tokoh Musik Nasional Asal Gorontalo

Setiap tanggal 9 Maret, kita memperingati Hari Musik Nasional. Gorontalo bangga memiliki seorang tokoh bernama J.A.Dungga yang dikenal sebagai pelopor pemikiran musik Indonesia. Sosok kelahiran Gorontalo 12 Januari 1922 ini adalah seorang penulis buku-buku musik, penerjemah, dan kritikus. Sebelum penyerahan kedaulatan RI, namanya telah dikenal sebagai pembahas musik yang baik.

Lulusan sekolah HIS Gorontalo tahun 1939 ini pernah belajar khusus tentang Siaran Radio dan Musikologi di Nederland pada tahun 1951. Beliau adalah Redaktur bidang musik di mingguan Mimbar Indonesia dan di bulanan Zenit. Selanjutnya berkiprah sebagai anggota Dewan Siaran Radio R.I dan pimpinan Musyawarah Musik Indonesia.Tercatat juga sebagai anggota International Music Council di Paris

Bersama-sama dengan Liberty Manik, alumnus Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Ibnu Chaldun Jakarta ini menerbitkan media berkala. Disamping itu juga mengerjakan banyak terjemahan buku musik dari bahasa Belanda ke bahasa Indonesia. Karya-karyanya, antara lain: Musik Abadi, Manusia dan Musik, Sejarah Musik, Sejarah Alat Musik, Sejarah Orkes, dan Seputar Musik Indonesia.

Pada Juni-Juli 1980, J.A. Dungga diberi kepercayaan oleh Mendikbud RI waktu itu 

DR. Daoed Joesoef sebagai Ketua Dewan Juri Sayembara nasional untuk penentuan “Himne Guru”, sebuah himne yang hingga kini sangat populer dan dinyanyikan anak-anak sekolah. Beliau wafat di Jakarta pada 28 Agustus 1995.

Tulisan dari "Dr.Isman Yusuf".

Friday, January 28, 2022

Sultan Limboto Pakaya

Ada beberapa Raja yang memakai nama Pakaya. Diantaranya Raja Pakaya Libunola, Raja Pakaya Lungudo, Raja Hulangata Pakaya dan Sultan / Raja Limboto Pakaya.

Raja Limboto Pakaya berkuasa tahun 1812-1818, dengan gelar adat "Ta Lodelo Wundu"

Kawin dengan putri Puinga/Mbuinga mendapatkan anak antara lain Walaopulu Pomalango dan Raja Atinggola Kakatua.

Saat Raja Limboto Pakaya berkuasa, Hindia Belanda dikuasai oleh Kerajaan Inggris. Antara Tahun 1810-1812 pihak Inggris melakukan perjanjian Kontrak dengan penguasa kerajaan di wilayah Sulawesi Utara. Tetapi untuk wilayah kerajaan di Gorontalo ( kecuali Atinggola), Inggris tidak melakukan kontrak perjanjian.

Silsilah Raja Limboto Pakaya


Friday, January 14, 2022

Kampung Bilato dan Sungai Paguyaman

Desa Bilato saat ini masuk wilayah Kecamatan Bilato, pada masa lampau Kampung Bilato adalah ibukota Distrik Paguyaman. menurut penjelasan tokoh masyarakat Sukarman Humonggio bahwa Bilato merupakan kampung tertua dan tempat asal muasal orang Paguyaman. Tahun 1800-1900, Kampung Bilato menjadi perkampungan padat. Kampung ini dilalui oleh Muara Sungai Paguyaman. Di seberang Muara Sungai Paguyaman yang berhadapan dengan Kampung Bilato terdapat Desa Girisa yang sekarang masuk wilayah Boalemo. Dahulunya Desa Girisa masih berstatus dusun dan merupakan bagian dari Kampung Bilato. Di Desa Girisa terdapat makam Aulia Pelehu atau Ti Pelehu yang diyakini merupakan wali yang ke -7 di Gorontalo.

Peta tahun 1898 Distrik Paguyaman

Sungai Paguyaman tidak terlepas dari kisah masa lalunya, Pasukan dari Ratu Limboto Moliye memulai berlayar dari sungai ini untuk menaklukan kepulauan Togian di Teluk Tomini. Dan ketika VOC Belanda berkuasa, Sungai Paguyaman adalah tempat pelarian dan persembunyian perahu orang bugis ketika kapal VOC mengejar mereka. Sekitar tahun 1770, Raja Iskandar Monoarfa (Ta To Molou) pernah membangun benteng di Muara Sungai Paguyaman

Sunday, December 5, 2021

Hubungan Sejarah Desa Ombulo dan Yosonegoro

A. Desa Ombulo 

Saat ini Desa Ombulo termasuk dalam wilayah administrasi kecamatan Limboto Barat. Dinamai Ombulo, karena banyak ditumbuhi tanaman Woka, orang Gorontalo menyebutnya "OMBULO." Desa Ombulo telah ada sejak tahun 1805, kepala desa yang pertama bernama Kengo dengan gelar adat Ti Bonga. Saat itu sebagian besar wilayah Desa Ombulo masih berupa hutan belantara, luas lahannya sekitar 150 km2. Kemudian menyusut menjadi 10 km2 , disebabkan wilayahnya dimekarkan menjadi beberapa kampung, yaitu kampung Daenaa (1820), Yosonegoro (1904), Padengo (1930) dan Huidu (1950).


B. Desa Yosonegoro

Desa Yosonegoro sebelumya adalah areal lahan yang masuk wilayah Desa Ombulo. Sejarah terbentuknya Desa Yosonegoro berawal dari warga asal Kampung Jawa Tondano (Jaton) mencari lahan di sekitar Limboto. Amal Modjo yang bertugas sebagai guru di Limboto bersama beberapa kawannya mencari lahan yang cocok untuk pertanian dan permukiman. Semula mereka menemukan lahan di Huidu tetapi tidak memenuhi syarat. Untuk kedua kalinya, akhirnya mereka menemukan wilayah cocok untuk dijadikan kampung yaitu dibagian selatan Desa Ombulo. Sebanyak 40 orang dari kampung Jaton, merupakan penduduk pertama yang tinggal di kampung yang baru bernama Desa Yosonegoro.

Tugu di desa Yosonegoro


Saturday, November 13, 2021

Cerita dari Desa Bulila

    Desa Bulila termasuk wilayah administrasi Kecamatan Talaga. Dalam catatan Hindia Belanda tahun 1893, Distrik Talaga memiliki 9 Kampung Besar yaitu Bulila, Hutadaa, Hulawa, Luwoo, Ulapato, Tuladenggi, Pentadio, Dumati dan Lemingo.

Peta tahun 1897

    Saat itu Desa Bulila wilayahnya sampai di pesisir danau Limboto, peta tahun 1895 dari buku laporan GWC Baron Van Hoevel tercantum Pasar Bulila, kampung Hutadaa dan Buhu, juga tercantum pasar Dehualolo yang saat itu sebagai pasar terapung dipinggiran danau Limboto.

Cerita rakyat tentang Pasar Bulila, bahwa suatu ketika raja Hunginaa Lotalaga datang di suatu tempat (Hutadaa) yang sudah ditunggu oleh masyarakat untuk menyambutnya. Raja Hunginaa bertanya pada orang tentang rumput yang tumbuh subur disitu, mereka menjawab rumput ini namanya buli bulili. Raja itu kemudian bersabda bersihkan rumput ini kemudian dirikan tangga yang memakai kajang (tanggubu) sekedar melindungi panas matahari dan beri nama pasar ini, PASAR BULILA.

Saat ini Pasar Bulila sudah dibongkar dan telah berubah jadi pasar modern Pasar Agro Ekowisata, beralamat Desa Hutadaa kecamatan Talaga Jaya. Dan disekitar pasar lama Bulila yang lokasi pernah digunakan untuk tambatan perahu telah diubah menjadi tempat wisata EMBUNG HUTADAA.


Ada hal yang menarik, sekitar 200 meter dari lokasi bekas Pasar Bulila terdapat masjid namanya Masjid" Al Bahri Nur" Bulila dibangun tahun 2000 dan lokasinya menandakan berada di desa Bulila sebelum ada pemekaran desa. Ada juga Masjid yang terletak di lokasi terminal lama Talaga, Masjid Ar Rahman berdiri sejak tahun 1885. Di kompleks masjid ini terdapat beberapa makam tua diantaranya Makam Ta Tosurambe, makam dari Marsaoleh Moesa Kaluku kepala Distrik Talaga tahun 1880an

Makam Moesa Kaloekoe


Sunday, October 10, 2021

Beladiri Tradisional Langga

       Langga adalah beladiri khas Gorontalo yang menggunakan tangan kosong, jika menggunakan senjata tajam disebut Longgo. Senjata tajam yang digunakan adalah pedang " Sumala".

Menurut tradisi lisan dari masyarakat Gorontalo, beladiri Langga pertama kali diciptakan dan diperkenalkan oleh Aulia Ju Panggola. Pada perkembangannya, seorang Jogugu harus menguasai Langga dan mempunyai kemampuan menyusun gerakan beladiri Langga, kemudian menurunkan ilmu ini kepada keluarganya. Melalui keluarga Jogugu selanjutnya ilmu bela diri Langga bisa diajarkan dikalangan rakyat. Secara garis besar Langga terdiri dari dua aliran yaitu, Langga buA dan Langga LaI. Wilayah yang menguasai aliran Langga BuA adalah Tapa dan Limboto, sedangkan aliran Langga LaI dikuasai Suwawa dan Batudaa.


Untuk mempelajari beladiri Langga harus melalui ritual adat, yaitu mempersembahkan sesajen (pitodu) dan mandi air. Penyediaan Pitodu berupa jampul ayam, darah ayam, pisang, telur, nasi kuning, damar dan dupa. Tetapi pada saat ini untuk belajar Langga tidak harus melalui proses ritual.



Saturday, October 2, 2021

Polopalo dan Seniman Rusdin Palada

Polopalo adalah alat kesenian tradisional Gorontalo yang terbuat dari bambu. Ukuran lingkar bambu sekitar 9 cm -17 cm dan panjangnya sekitar 31 cm . Bunyi yang terdengar keluar berasal dari alat Polopalo tersebut ketika dipukul. Dahulu kala Polopalo ini dimainkan oleh para petani di sawah pada saat waktu istirahat sekedar menghibur diri. Ada juga tarian yang diiringi Polopalo, tari Tidi Lo Polopalo. Pada tahun 2017 Kementerian Pendidikan Nasional RI menetapkanTarian Tidi lo Polopalo terdaftar sebagai warisan budaya Indonesia asal Gorontalo. Seiring perkembangan jaman, Polopalo dikembangkan menjadi alat musik yang moderen. Seorang seniman asal Gorontalo bernama Rusdin Palada menciptakan notasi pada alat musik Polopalo di tahun 1979, sehingga bisa dimainkan untuk mengiringi lagu. Bahkan Rusdin Palapa membukukan tentang alat musik Polopalo yang berjudul “Petunjuk Teknis Pengembaangan Polopalo Menjadi Alat Musik Tradisional Gorontalo” , Penerbit Balai Pustaka, 1982.



Rusdin Palada, SH (1947-2011)

Lahir di Gorontalo pada tahun 1947, menempuh pendidikan SD - SMP di Suwawa dan melanjutkan pendidikan SMA di Yogyakarta, meraih Sarjana Hukum tahun 2008. Tahun 1967 Rusdin Palada menjadi pegawai di Mabes Polri bagian LABKRIM (sekarang PUSLABFOR Mabes Polri) dan pensiun pada tahun 2003. Memiliki bakat dalam bidang kesenian, Rusdin Palada banyak menciptakan lagu daerah Gorontalo sebanyak 30 judul lagu, diantaranya menciptakan lagu berjudul Bindhe Biluhuta . Rusdin Palada wafat di Jakarta 13 Pebruari 2011.



*Catatan Daftar Lagu daerah Gorontalo diciptakan Rusdin Palada:

BINDHE BILUHUTA, DABU DABU, MOBITE, MOHENGU-HENGU, LAMAHU, LANGOLA, MOHULUNGA, NANI WARTABONE, POLOPALO, DEBO YI’O, TI MAMA WOLI PAPA, TAHULI, HIRAMEYA, HELUMA HUYULA, ILODUHUWA,YIMBULO, IBADATI, TINELO II, POTOLIANGO, MA ‘APAUALO,TALUHE DA’A, WOLOLO, SAMBELO, BULALO LIMUTU, DUNGALINDHOMAYI, LOMBONGO, MOHALA, MAYILABA, TETE OLALUWA, KACA WAU LUTU


Sumber:

Wikipedia

http://gorontalo-lestari.blogspot.com/2013/04/story-of-rusdin-palada-father-of.html?m=1