Friday, January 17, 2020

Suku Bolango bagian 2 “MENCARI TANAH BARU”


Kekuasaan Pemerintah Hindia Belanda pada abad-19 makin menguat di wilayah Persekutuan Kerajaan Limo Lo Pohalaa diantaranya membuat aturan sistim  pajak , kebijakan Tanam Paksa (cultuurstesel) dan pengaturan urusan birokrasi Kerajaan. Secara politis kebijakan dibuat oleh Kompeni Belanda menimbulkan ketidakpuasan dan kebencian dikalangan Raja dan pembesar bangsawan. Kerajaan Bolango ikut merasakan kebijakan  tersebut. Dalam struktur hierarki Kerajaan Bolango terdapat olongia (Raja) yang mengurus kepentingan pribumi. Raja dibantu oleh jogugu atau mangkubumi yang bertugas membantu dan membawahi langsung pemerintah kerajaan. Jogugu dibantu oleh kadli dalam urusan pengadilan agama  dan hakim  yang berurusan dengan pengadilan umum. Urusan keamanan dipimpin  oleh Kapitan Laut dan dibantu oleh para Mayulu (Mayor).
Sebagai ekses dari kebijakan Kompeni Belanda terhadap urusan kerajaan,  Raja Bolango dan para pembesar  kerajaan menolak kebijakan tersebut  dan memutuskan berimigrasi ke daerah Bangka (Lombagin)  di wilayah Bolaang Mongondow. Dalam perjalanan pengembaraan menuju Bangka , mereka  menyinggahi cukup lama di kampung Imana yang masuk wilayah kerajaan Atinggola. Di tahun tahun berikutnya  beberapa kelompok kecil orang Bolango di Tapa ikut berimigrasi, menyebabkan  jumlah penduduknya semakin menyusut. Pada tahun 1856 secara resmi Kerajaan  Bolango keluar dari Persekutuan Limo Lo Pohalaa dan kedudukan Kerajaan Bolango digantikan oleh Kerajaan Boalemo. Status eks kerajaan Bolango berubah menjadi DISTRIK TAPA, yang masuk ke Onderafdeling Gorontalo

Peta menujukan pemukiman suku Bolango (lingkar putih) 


Pemerintahan Kerajaan Bolango di Bangka (Bolaang Bangka)  tidak berlangsung lama, disebabkan Kompeni Belanda memberlakukan pajak  50 sen per kepala keluarga setiap tahun. Raja Bolango menolak aturan tersebut dan memutuskan berimigrasi ke wilayah lain. Demikian pula Orang Bolango yang telah lama menetap di wilayah Lombagin-Bolaang Bangka, beberapa kelompok kecil berimigrasi menuju ke kotamobagu, Pusian, Doloduo dan Molibagu.  Dalam catatan sejarahnya, Kerajaan Bolango beberapa kali mengalami perpindahan dan perubahan nama Kerajaan, bermula di Lombagin masih memakai nama Bolango, kemudian pindah ke Bolaang Uki, selanjutnya ke Walugo. Nama kerajaan berubah jadi Kerajaan Bolaang Uki ketika Said Ali Akbar dikukuhkan oleh Residen Manado menjadi raja pada tanggal 30 April 1886, nama resmi Said Ali Akbar dalam pengukuhannya adalah Muhammad Aliyudin Iskandar Ali Van Gobel.



Peta tahun 1898 Bolaang Bangka (lingkar merah)


Saat Raja Hasan Van Gobel berkuasa , pada tahun 1903 bersama dengan Raja Bolaang Mongondow Datu Cornelis Manoppo menyepakati pertukaran wilayah. Dalam kesepakatan itu diputuskan bahwa wilayah Bolaang Uki bagian pesisir utara menjadi milik Kerajaan Bolaang Mongondow, untuk wilayah Kerajaan Bolaang Uki meliputi daerah bagian barat antara sungai Taludaa, dan bagian timur batas sampai di Tanjung Pinolosian. Molibagu adalah pusat pemerintahan Kerajaan dengan memiliki 12 kampung. Butuh tiga tahun lamanya Raja Hasan Van Gobel untuk mengajak orang bolango yang terpencar di wilayah Bolaang Mongondow  untuk mengungsi dan tinggal di daerah baru Kerajaan Bolaang Uki.  Menengok sejenak sejarah pengembaraan Suku Bolango,  apa yang diikrarkan oleh Putri Daopeyago 500 tahun lalu, akhirnya menjadi kenyataan . Molibagu yang saat itu disebut “buta dillata” atau “buta dirlata” akhirnya menjadi tanah air bagi Suku Bolango .


          Peta 1913. Kerajaan Bolaang Uki dengan ibukota Molibagu


Pasca Kemerdekaan Indonesia, tahun 1950 Kerajaan Bolaang Uki berakhir dan digabungkan dengan Kabupaten Bolaang Mongondow.  Raja Muda Arie Bansye Hasan Van Gobel adalah penguasa Bolaang Uki terakhir, memerintah antara 1941-1950. 


            Raja Bolaang Uki Hassan Van Gobel

 
Berikut dibawah ini daftar nama Raja  BOLANGO di Bolaang Uki dan Molibagu :
Iskandar Gobel 1837-1867
Said Ali Akbar Van Gobel 1867-1874
Willem Abadi Van Gobel 1874-1901
Hasan Van Gobel 1901- 1927
Eduard Van Gobel 1927-1941
Ari Bansye Hasan Van Gobel 1941-1950
 

 


Sunday, January 5, 2020

Suku Bolango bagian 1 “ MENUJU TANAH HARAPAN”


Awalnya bangsa Bolango mendiami pulau Batang Dua yang letaknya di Laut  Maluku  Propinsi Maluku Utara. Mereka menyeberang kearah barat dan tiba di pulau Lembeh. Di Pulau ini orang Bolango membuat permukiman. Menurut tradisi lisan menyebutkan pemimpin pertama Suku Bolango yang menetap di pulau Lembeh adalah Wintuwintu, itu terjadi sekitar tahun 1335.

Peta perpindahan Suku Bolango dari Pulau Batang Dua ke Pulau Lembeh

 Karya tulis DR.J Riedel  tahun 1870, menyebut orang Bolango sebagai orang  berkulit gelap dan berambut keriting. Dokumen diabad ke-17 dan 18 penamaan Bolango adalah Boelangse,Boelanga,Boelangers, Balongers, Bolonga atau Bolonga. Menurut  DR.J.Riedel Suku Bolango yang kebiasaannya suka mengembara, dibawah pempinan Wintuwintu melakukan perjalanan pengembaraannya dari pulau Lembeh ke Tonsea Lama (Minahasa). Orang Bolango tak lama bermukim  di Tonsea Lama karena sering terjadi konflik dengan penduduk setempat. Pengembaraan mereka menyusuri perairan sulawesi bagian utara; melayari ke Pulau Bangka, Manado Tua kemudian menyusuri perairan Tombariri dan terus berlayar menuju arah barat hingga tiba  di muara Lombagin yang terletak diwilayah pantai utara Bolaang Mongondow. Suku Bolango lama menetap di Lombagin. Menurut tradisi lisan menyebutkan Wintu Wintu kembali ke Pulau Lembeh sampai akhir hayatnya.

 Seiring perjalanan waktu Pulau Lembeh mulai dipadati orang Bolango, untuk kedua kalinya mereka mulai mengembara ke Tonsea Lama, selanjutnya melayari pantai selatan Sulawesi Utara dan menyinggahi Buyat –Kotabunan –Pinolosian-Molibagu. Orang Bolango sempat bermukim di Molibagu, mereka menyebut tempat ini “buta dillata” atau “buta dirlata” yang artinya tanah yang dijilati.Ucapan ini berasal dari seorang pimpinan Suku Bolango bernama Putri Daopeyago. Ia mengucapkan ikrar,tanah yang dijilati tersebut suatu saat akan menjadi tempat tinggal orang Bolango. Tak lama mereka berada di Lembah Molibagu, melanjutkan perjalanan kearah barat hingga sampai dipegunungan Tolutu dan mendirikan perkampungan, mereka menamai daerah ini dengan sebutan ‘lipu lagido” .Orang Gorontalo menyebut tempat itu dengan sebutan “Tinempah”. Dibawah pimpinan  Posuma untuk pertama kalinya, orang Bolango tiba di wilayah Gorontalo (Suwawa). Ketika Raja  Posumah meninggal sekitar tahun 1425, ia digantikan oleh Ratu Tithingiyo. Dari Dokumen sejarah menyebutkan Ratu Tithingiyo adalah salah satu pemimpin enam kerajaan (Suwawa-LimBoto-Gorontalo-Atinggola-Bintauna-Bolango) dalam usaha mendamaikan perselisihan antara Limboto dan Gorontalo, perjanjian damai yang disepakati itu dikenal dengan sebutan  U Tuwawu Duluwo Limo Pohalaa” .

Rute Pengembaraan Suku Bolango (tanda lingkar-garis merah)


Sektar tahun 1673, ketika Eyato menjadi Olongia (Raja) Gorontalo mengusulkan pada  pemimpin Suku Bolango untuk menetap di daerah Tapa. Dan mereka menyetujuinya,  permukiman Suku Bolango di Tapa pada perkebangannya menjadi Kerajaan Bolango dan masuk dalam persekutuan Limo Lo Pohalaa yang terdiri dari Kerajaan Gorontalo,Limboto, Atinggola,Bolango, dan Suwawa-Bone-Bintauna.

 Makam Raja Hubulo (Raja Gobel)

Berikut dibawah ini  Raja yang pernah berkuasa di KERAJAAN BOLANGO (TAPA-Gorontalo): 

1.MOGULAINGO
2.SANGIADATU
3.HUBULO /IBRAHIM DUAWULU (1752-1772)
4.MOKOSISI (1772-1778)
5.POLINGULA
6.PULUBULAWA
7.KATILI
8.HABI/ MUHAMMAD ISKANDAR BAREN DUAWULU (sampai than 1855)
9.USMAN NURADJI TALIJABU (1855-1856)
10.HUMONGGILU (1856-1857)
11.TILAHUNGA (1857-1862)