Saturday, December 26, 2020

Mengenal Dinasti Uno

Marga Uno di Gorontalo berawal dari nama Mufti Uno yang hidup sekitar awal tahun 1800an . Gelar Mufti atau “MOPUTI “, dalam struktur adat Gorontalo tugasnya sebagai penasihat agama di Kerajaan. Moputi Uno kawin dengan putri Welemoyio, saudara kandung Mufti Kaluku. Anak keturunannya yaitu; Aliwu dan Aneto

Aneto Uno kawin dengan Rabiah Kaluku mendapat anak yaitu Alexander /Sander, Kamsia, Amir, Yunus dan Sore. Aneto Uno pernah menjabat Marsaoleh di Paguat (1868) dan Kwandang (1892). Pada tahun 1896 mendapat medali penghargaan dari pemerintah Hindia Belanda.

Sander (Alexander) Uno anak dari Aneto Uno pernah menjadi guru seangkatan dengan Umar Katili. Tahun 1901 menjadi birokrat dengan jabatan pertama sebagai walaopulu Kwandang , kemudian menjabat Walaopulu Sumalata tahun 1906 , Marsaoleh Boalemo (1907) dan Marsaoleh Kwandang (1909). Adik kandung Sander yaitu Kamsia Uno pernah menjabat Marsaoleh Paguat (1908 ) dan Marsaoleh Tapa tahun 1909. Sander Uno meninggal dunia tanggal 20 November 1918 akibat penyakit flu Spanyol. Saat itu tahun 1918, hampir seluruh dunia dilanda pandemi flu Spanyol. Data laporan Kesehatan Hindia Belanda bahwa 10 persen dari jumlah penduduk Gorontalo tewas akibat penyakit ini.

silsilah Keluarga Uno

Sander memiliki 4 orang anak yaitu; Mohasif, Abdul, Salma dan Arif. Anak ke 2 Sander Yaitu Abdul Uno pernah menjabat Kepala Kehutanan di Gorontalo sekitar tahun 1930an. Abdulah Uno salah satu pendiri majalah "Po-Noewa" yang terbit sebulan sekali antara tahun 1932-1933.Kawin dengan Intan Ruwaida Monoarfa anak dari Jogugu Rais Monoarfa. Anak perempuan dari Abdul, ILEANA kawin dengan Prof.Dr. J.A Katili. Putra dari Abdul Uno Razik Halik biasa dikenal dengan nama Genk Uno kawin dengan Rachmini Rachman (Mien), memiliki dua orang putra yaitu Indra dan Sandiaga Salahuddin Uno.

Sandiaga Salahudin Uno biasa lebih akrab dipanggil Sandi Uno adalah seorang pengusaha dan sekaligus politisi. Memiliki usaha dibidang pertambangan, telekomunikasi dan pertanian. Pernah menjdi ketua HIPMI pusat , Wakil Gubernur DKI 2017-2018 dan sekarang menjabat sebagai Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif .

Saturday, December 5, 2020

Sengketa Kepemilikan Budak antara Buol dan Limboto

       Sekitar tahun 1670-an sebanyak 160 orang budak dari Kerajaan Limboto melarikan diri ke wilayah kerajaan Buol, kemudian utusan kerajaan Limboto yang diwakili oleh Kapitan Laut Walangadi pergi ke Buol menemui Raja Buol untuk membicarakan masalah Budak asal Limboto. Pembicaraan masalah Budak ini dihadiri pula utusan dari Kerajaan Kaidipan.

      Raja Buol menolak menyerahkan budak tersebut, sehingga peperangan tak bisa dihindari. Pada Desember 1683 Kerajaan Limboto bersekutu dengan Kerajaan Kaidipang  menyerang kerajaan Buol, yang akhirnya Buol mengalami kekalahan. Namun para budak yang disengketakan melarikan diri ke wilayah hutan di Toli-Toli. Kerajaan Limboto kembali merundingkan soal pengembalian budak, tetapi pihak Buol  tetap pada keputusan sebelumnya. Kerajaan Limboto menyerang kembali kerajaan Buol, untuk kedua kalinya pihak kerajaan Buol mengalami kekalahan perang. Kerajaan Limboto menawan dua orang pengeran Buol dan membawanya ke Karajaan Limboto. Selama dalam tawanan  Pangeran Puni dan Balamogilalu diperlakukan secara istimewa. Nantinya mereka yang ditawan ini akan menjadi perantara oleh Kerajaan Limboto  dalam merundingkan pengembalian Budak asal Limboto.  Cara yang dilakukan oleh Kerajaan Limboto berhasil membujuk  Raja Buol untuk mengembalikan Budak asal Limboto. Kedua kerajaan yang bersengketa ini akhirnya mengakiri permusuhan dan menjalin perdamaian.

Gambar lukisan perbudakan abad 17


Sumber:

Buku Sejarah Kerajaan Gorontalo

Oleh Harto Juwono