Friday, May 8, 2020

Etnis Jawa Tondano (Jaton) di Gorontalo


Sekitar tahun 1904 adalah awal pertama kedatangan etnis Jawa Tondano (Jaton) di Gorontalo. Diawali dengan kedatangan seorang guru bernama Amal Modjo, keturunan Kyai Modjo. Lulus sekolah Guru di Tondano tahun 1902, Amal Modjo mengajar sekolah rakyat di Limboto. Karena sering pulang ke Tondano mengunjungi kerabatnya, pemerintah hindia Belanda menawarkan kepadanya  membawa keluarganya untuk menetap di Gorontalo.
Amal Modjo yang akrab dipanggil “Guru Apo” membawa kelurganya dari Tondano dan menempati lahan yang disediakan Pemerintah Hindia Belanda seluas 500 hektar yang kini dikenal dengan nama Desa Yosonegoro. Orang Jaton yang pertama menempati Desa Yosonegoro antara lain Rahmat Zees,Jarod Zees, Burhan Zees, Muchtar Pulukadang, Tarikat Mojo, Ichsan Suratinojo, Muhidin Rivai, Ilham mas Hanafi, Alfan Gusasi, Jumali Suratinojo, Ronggo Danupoyo, Jalil Kyai Baderan, Napu dan Arta.

Rumah Tinggal Etnis Jawa Tondano

Dalam perkembangannya,tahun 1910 sepuluh kepala keluarga menempati lahan baru yang dinamai kampung Kaliyoso. Dalam memilih suatu lahan, orang Jaton memiliki cara yang diajarkan para leluhur mereka. Caranya adalah mengambil sedikit tanah dan dikecap di lidah. Lokasi yang layak ditempati adalah tanahnya memiliki aneka rasa, seperti asam,pahit,manis dan asin. Tahun 1914 Desa Yosonegoro mulai banyak penduduknya dan didirikanlah masjid Al-Muttaqin, imam dan sekaligus kepala desanya adalah Kiyai Rahmat Zees. Mereka mengembangkan tradisi islam diantaranyas zikir jawa yang lebih dikenal salawat Jowo, ada juga zikir melayu, seni zamrah yang diadopsi dari budaya arab. Dalam hal pengolahan tanah pertanian ,  mereka mengenalkan bajak yang ditarik sapi dan kuda. Sekitar tahun 1924 sebanyak 125 kepala keluarga yang sebagian besar dari Kampung Jaton Tondano menempati lahan baru yang dinamai Desa Reksonegoro.

Masjid Al Muttaqin

Friday, May 1, 2020

Mengenal Klan Kaluku

Klan Kaluku di masa lampau

Mufti Kaluku hidup di abad 18. Memiliki 7 orang anak, diantaranya ada yang menduduki jabatan publik di masa pemerintahan Hindia Belanda adalah:

Yahya Kaluku tercatat sebagai marsaoleh Wuabu pada masa raja Gorontalo yang terakhir Zainal Monoarfa yang mangkat tahun 1878. Anak perempuannya bernama Tolangohula kawin dengan Jogugu Suwawa Zakaria Wartabone.

Musa Kaluku pernah menjabat sebagai marsaoleh Talaga. Tahun 1891 pernah mendapat penghargaan medali dari Hindia Belanda


Molangga Kaluku tercatat pernah menjabat Marsaoleh Batudaa, pada masa kepemimpinannya terjadi insiden antara keluarga raja panipi dengan pengikut marsaoleh Batudaa. Insiden ini menyebabkan Molangga Kaluku tewas. Peristiwa ini memicu perang Panipi.

Adapun keturunan Mufti Kaluku generasi ke-2
Seperti Gani Kaluku pernah menjadi kepala kampung Talumopatu Tapa tahun 1913.

Sumaila Kaluku sebagai walaopulu hunggaluwa

Machmud Kaluku sebagai walaopulu mohuhulo

Kuno Kaluku dikenal sebagai penulis sejarah dan kebudayaan Gorontalo

Rumah keluarga Kaluku