Wednesday, November 27, 2019

Mengenal Klan Monoarfa di masa lalu


         Raja Gorontalo Mohamad Iskandar Pui Monoarfa berkuasa tahun 1818-1829.
Bergelar adat Ta Lo’o Tolimo; kawin dengan Syarifah Binti Taha bin Ahmad Alhabsy. Dimasa perintahannya,Kolonial Belanda mengadakan kontrak perjanjian Tanam Paksa 9 januari 1928, berupa kewajiban setiap penduduk menanam kopi.
Ketika berlangsung Perang Jawa (1925-1930) atau dikenal Perang Dipanegoro, Kerajaan Gorontalo memenuhi permintaan Kolonial Hindia Belanda untuk mengirim tentara kerajaan sebanyak 400 orang ke tanah Jawa dibawah pimpinan putra sulung Raja Monoarfa yaitu Kapiten Laut Hasan Monoarfa. Dikemudian hari Hasan Monoarfa menjadi Raja Gorontalo.

Friday, November 22, 2019

Kampung Bugis

       Jauh sebelum kedatangan kompeni Belanda, Perairan Gorontalo ramai oleh perdagangan laut antar pulau yang di dominasi oleh orang bugis. Namun jalur lalulintas pelayaran disekitar teluk Gorontalo sering terganggu oleh bajak laut asal Mindanau dan Tobelo.Sekitar awal tahun 1800-an Raja Gorontalo Monoarfa meminta bantuan pada Raja Bone di Sulawesi Selatan untuk membasmi bajak laut yang ada diperairan Gorontalo. Permintaa Raja Monoarfa dikabulkan oleh Raja Bone, maka dikirimlah armada laut sebanyak 300 kapal Kerajaan Bone menuju teluk Gorontalo. Tak sampai setahun perairan Gorontalo kembali aman.
Atas rasa terimakasih kepada Raja Bone, maka wilayah yang ada di muara sungai Bone diberikan pada komunitas orang Bugis untuk menjadi tempat pemukiman, wilayah itu sekarang dikenal dengan nama Kampung Bugis dan Talumolo. Dari catatan pemerintah kolonial Belanda tahun 1824 penduduk etnis Bugis di Gororontalo mencapai 691 jiwa, kemudian di tahun 1865 mencapai 1.823 jiwa.