Saturday, February 8, 2020

Catatan sejarah Paguat


Saat Raja Wolango berkuasa di Kerajaan Gorontalo (1450-1480) berhasil menguasai wilayah Teluk Tomini yang meliputi  Paguyaman, Paguat, Muotong  sampai Sausu. Seiring waktu berjalan, di era kekuasaan Raja Gorontalo Amayi (1523-1550), di wilayah Teluk Tomini ada gerakan menetang Kerajaan Gorontalo. Maka berlayarlah Amayi menuju Teluk Tomini untuk melihat situasi sebenarnya. Dalam perjalanan pelayarannya, Amayi menyinggahi Negeri Palasa menemui pemimpinnya. Singkat cerita, Amayi  mengawini Putri Outango anak dari Raja Palasa, dengan suatu persyaratan Amayi harus masuk Islam dan rakyat kerajaan Gorontalo harus menganut agama Islam.  Usai pernikahan,  Amayi kembali ke Gorontalo bersama istrinya Putri Outango  yang dikawal 8 perangkat Raja-Raja dari Siendeng, Tamalate, Lemboo, Hilingato, Siduan, Sipayo, Soginti dan Bunuyo. Dikemudian hari negeri  Siduan, Sipayo, Soginti dan Bunuyo masuk dalam wilayah  Paguat.
Peta kawasan Teluk Tomini tahun 1885

Dalam tulisan BJ Haga (1920) mencatat daerah Paguat merupakan pemasok sagu untuk kebutuhan makanan pokok orang Gorontalo sebagai pengganti jagung (milu), perlu diketahui bahwa masyarkat Gorontalo saat itu bahan makan pokoknya adalah  jagung , sagu dan  beras. Daerah Paguat juga memiliki tambang emas yang dikelola masyarakat. Laporan penguasa VOC tahun 1776 menyebutkan daerah Paguat sering ada kegiatan tambang emas illegal dan usaha penyelundupan emas ke luar Gorontalo sehingga Residen Manado mengirim petugasnya untuk mengawasi perairan pantai Paguat. Pada tahun 1831 Pemerintah Hindia Belanda membuat kontrak perjanjian dengan Raja Gorontalo Lihawa Monoarfa diantaranya pasal yang menyangkut  pajak tambang emas yang harus disetor ke Pemerintah Hindia Belanda sebesar 700 ons pertahun, untuk pertambangan yang berada di Bumbulan, Paguat dan Molosipat. Potensi tambang emas yang besar di Distrik Paguat  mengundang beberapa perusahaan tambang untuk menanamkan investasinya, sebut saja diantaranya perusahaan swasta “Exploratie Syndicaat Paguat” mendapat izin dari pemerintah Hindia Belanda tahun 1897.
Akta Perusahaan Tambang

Ketika Van Baak menjadi Asisten Residen ditahun 1856, Afdeeling Gorontalo dibagi menjadi 5 swapraja yaitu, Gorontalo, Limboto, Bone, Boalemo dan Atinggola. Distrik Paguat masuk dalam Swapraja Gorontalo. Tercatat  Lebi Dunggio menjabat sebagai Marsaoleh (Kepala Distrik) pertama  Distrik Paguat  periode 1858-1864. Sampai tahun 1908 Marsaoleh Paguat berturut-turut  dijabat oleh Lebi Dunggio, Jahja Bumulo, Aneto Uno, Biyabo Van Gobel, Junus Biya, Hoemoe Datau, Boebihu Olii, Haidar.P Olii, Potihedu Monoarfa (1903-1908). Kemudian tahun 1908 Pemerintah Hindia Belanda melakukan reorganisasi pemerintahan dengan membentuk 4 oderafdeeling yaitu, Gorontalo, Boalemo, Kwandang, Buol. Distrik Paguat masuk dalam Onderafdeeling Bolemo, dan perubahan  onderafdeeling  tahun 1925 tidak mengubah distrik Paguat masuk Onderaffdeling Boalemo. Setelah kemerdekaan, Paguat sebagai salah satu kecamatan berada di bawah pemerintahan  Kabupaten Gorontalo. 

Jabatan Marsaoleh (Kepala Distrik) Paguat : periode 1908-1950

Kamsia Uno (1908-1913)
Rais Monoarfa (1913-1915)
Pano Lamato (1915-1917)
Hamzah Olii (1917-1920)
Bakari Datau (1920-1922)
Bumulo Olii (1922-1924)
Bumu Biya (1924-1927)
Biduri P Haju (1927-1929)
Ahmad Abay (1929-1930)
Karim Datau (1930-1932)
Abadi Ilahude (1932-1934)
A.R. Nento (1934-1936)
Abdul Kadir Habibie ( 1936)
Syamsu Biya (1936-1942)
Yunus Olii (1942-1944)
Risad Datau (1944-1946)
Simon Monoarfa (1946-1948)
Zainudin Wartabone (1948-1950)
 


No comments:

Post a Comment