Sejarah Bolaang Uki yang di catat oleh Wilken dan Swarzh 1867
Negeri Oeki.
Teluk Oeki atau Labuhan Uki memiliki dataran Rendah berawa berakhir ditempat ini negeri Oeki dibangun. Di pantai kami disambut oleh kepala suku negri, selanjutnya diantar ke rumah Raja, dimana Djogoegoe menunggu kami bersama para pangeran dan kepala lainnya.
Saat kedatangan kami negeri ini dilanda wabah penyakit sehingga Raja meminta kami mengatakan melalui Djogugu bahwa kami memiliki kebebasan untuk mengatur tempat tinggal, kami memilih tinggal di rumah Jogugu,rumah ini juga merupakan milik rumah kerajaan, Rumah ini didekorasi secara lengkap dengan berbagai jenis kain. Rumah kayu bertangga.
Di rumah ini ada Seorang kakek kepala pelaut sutra abad ketujuh belas yang yang sudah tua mengenakan "helm tembaga belang-belang tua dan tombak berkarat di tangan. Dengan dandanan seperti ini, pria itu mirip seperti tentara Voc yang pemberani Jan Company.
Kami Berjalan mengelilingi rumah rumah warga , yang terdiri dari jalan kecil yang dilapisi dengan rumput sebagian tempat tinggal ada yang belum teratur namun pada umumnya sudah baik.
Populasi kekaisaran ini sekarang 250 hingga 300 jiwa memiliki sekitar 50 hingga 60 rumah tangga, beberapa di antaranya menetap di Molibagu, kota pesisir yang terletak di antara Gorontalo dan Kottabunan. Seluruh penduduk telah lama memeluk Islam, Kekristenan tetap asing bagi penduduk, Penduduk membayar setiap tahun kepada Pemerintah sebagai hasil ƒ 250 gulden yang mana Rajah dan para menterinya menerima sepersepuluh dari jumlah yg dibayarkan.
Masih banyak penduduk yang miskin di antara populasi ini, industri atau perdagangan hampir tidak ada. Pabrik tenun menurun karena kain linen murah yang didatangkan dari Eropa. Seperti di Bolaang juga ada pertanian sawah kecil yang dibudidayakan. Pembuatan garam hanya untuk konsumsi rumah tangga.budidaya tanaman Kakao sudah dilakukan di masa Amarhum Residen Jansen namun kakao terhambat oleh penyakit buah busuk.Sagu adalah makanan sehari-hari penduduk.
SEJARAH LELUHUR BOLANGO
Leluhur nenek moyang Bolango sebelumnya tinggal selama beberapa abad di kaki gunung Klabat, di dekat sungai kecil yang mengalir dari timur ke utara gunung itu disebut Aer-Bolango. Dari sungai di kaki gunung Klabat kemudian berpindah ke pulau lembeh selama beberapa tahun di pulau lembeh kemudian harus pindah lagi karena di sebabkan bencana yang mengerikan,Bencana ini terjadi akibat Suatu peristiwa ketika Dua anak Raja, saudara laki-laki dan perempuan yang telah terpisah lama namun bertemu kembali saling jatuh cinta mereka terjebak dalam pergaulan terlarang, harusnya secara adat mereka berdua harus di hukum berat,tetapi karena mereka bagian dari keluarga penguasa sehingga di anggap lolos dari aturan adat ini.namun sebagian besar warga takut membiarkan pelanggaran adat ini.Akibat pelanggaran adat ini turunlah Bala dan bencana.
Bala yang mengerikan turun ketika semua hewan dan serangga memberontak Udang dalam jumlah sangat banyaknya baik di lautan mapun di sungai naik ke daratan, menghancurkan semua tanaman dan pepohonan, menyerang ternak dan manusia, dan merusak udara dengan bau busuk.menyebabkan kelaparan dan wabah pwnyakit, penduduk terpaksa meninggalkan pulau itu. Beberapa dari mereka pergi untuk menetap di pulau Siauw, sebagian lagi di Kema, yang lain menyusuri pantai timur menuju Belang, sebagian yang lain melewati Kottabunan menuju Totokia tanah yang berada di antara Gorontalo dan Molibagu.
Dari tempat inilah setelah bertahun tahun tinggal terjadi pernikahan antara Pangeran Limbotto dengan putri Totokia,Leluhur Bolango kemudian pindah ke Gorontalo, di mana mereka mendirikan sebuah negri, yang disebut Bolango, di sekitar Limbotto, dan hidup di bawah pemerintahan Raja mereka sendiri.
Namun akibat Ketidaksepakatan dan konflik yang terus terjadi dengan Raja Limbotto karena kepemilikan tanah membuat mereka memutuskan, dengan persetujuan pemerintah Belanda, untuk pindah ke Bangka di bawah pimpinan Raja Matokka mereka menuju sebuah wilayah daratan di pantai barat disekitar muara sungai Lombagin (Saat ini di sekitar Pabrik PT Conch ), di daerah Raja Bolaang-Mongondou yang kemudian terjadi Hubungan yang sangat baik dengan Suku Bolaang Mongondo.Perpindahan ini terjadi sekitar tahun 1802 atau 1803.
Namun lokasi ini tidak strategis oleh pengaruh gangguan Angin Selatan di Bangka, dan banyaknya binatang buaya di sungai Lombagin yang sering menyerang penduduk, Bolango kemudian pindah lagi pada tahun 1849 atau 1850 ke teluk Oeki (saat ini sekitar Labuhan Uki Lolak), yang juga terletak di daerah Bolaang Mongondou. Bolango yang Sebelumnya tinggal di Bolaang Bangka karena berpindah di sekitar teluk uki maka kini mereka disebut Bolango Oeki/Bolaang Uki.
Raja Bolaang Oeki saat ini adalah, ALIJOE-DINI-ISKANDER-GOEBAL-BADIAMAN, telah memerintah sejak 1837. Saat kami temui Raja telah berumur sekitar 60 tahunBaru pada usia enam puluh tahun,Sesaat sebelum keberangkatan kami, Raja mendatangi kami di beranda depan untuk meminta agar memberikan surat pemberitahuan Kepada Residen,atas pengunduran dirinya menjadi Raja.
Bolango-Oeki juga membuat kesepakatan dan Kontrak dengan Hindia Belanda,Bentuk pemerintahannya adalah sistem monarki. Kepala pemerintahan adalah Raja, yang dibantu oleh Dewan dan mentri menterinya,tanpa hasil keputusan para mantri dan dewan kerajaan Raja tidak dapat memutuskan hal hal yang menjadi kepentingan Raja.
Struktur pemerintahan :
RAJA
JOGUGU
KAPITEN-LAUT
MARSAOLI
WALAPOELOE
HOEKOEM
KIMALAHA
MAJOR
Mereka sebagian adalah kaum bangsawan, Kepala kepala desa dan kepala agama di pilih oleh warga dan diangkat oleh Raja,Pemilihan Raja tidak selalu diturunkan dari ayah ke anak tetapi juga di pilih dari saudara Raja laki laki yang di sepakati oleh Dewan kerajaan. Raja Bolaang uki juga melakukan kontrak san perjanjian dengan Hindia Belanda.
Pemukiman di Molibagu berada di bawah kendali seorang Panggulu dan beberapa kepala bawahan. Semua kepala suku ini menerima hasil dan mengumpulkan hasil pajak kebun,dan pajak rumah.
Konflik Pulau Tiga
Bolaang Oeki memperoleh reputasi pelanggaran ketika pada tahun 1864,sebuah kapal Jepang yang berlabuh di pulau Tiga berpindah ke Labuhan Uki untuk berlindung akibat Badai,di serang dan di jarah oleh beberapa orang yang di pimpin Pangeran Gorontalo,Penyerangan itu di lakukan di malam hari,Kapal di bakar dan barang jarahan di angkut ke Teluk Uki seluruh awak Kapal Tewas.
Residen Manado melakukan penyelidikan atas kejadian ini, pemeriksaan atas Jogugu Bolang Uki menyampaikan tidak tahu menahu,namun pangeran yang memimpin berhasil di tangkap di Van Bool (Bolangitang) kemudian di hukum dan di penjarakan di residen manado.
Dalam penyidikan di laporkan bahwa kelompok ini curiga dengan kapal yang berbendera aneh dan berbicara tidak seperti Company (VOc),Arab atau Cina.sehingga mereka menganggapnya sebagai orang asing dan musuh.
Sumber : Tijdschrift voor zendingswetenschap, mededeelingen hal. 32-39
Dari Data inilah Publik Bolaang Mongondow Raya dapat mengidentifikasi kembali sejarah Bolango salah satunya adalah perubahan Peta Wilayah Bolaang Uki yang sebelumnya masih memanjang dari Molibagu ke Labuhan uki dengan nama Bolaang Bangka di abad ke 19 kemudian terjadi lagi pengaturan tata kelola wilayah para Raja Raja Bolaang Mongondo Raya di mana wilayah Bolaang Uki kemudian berubah semuanya di sisi selatan memanjang dari molibagu ke Gorontalo berbatasan di Posigadan.Hubungan Leluhur Bolango dan Mongondo ada pada pernikahan Golonggom - Bolaango atau disingkat Gobal.
No comments:
Post a Comment