Tuja’i Penganugerahan Gelar Ta’uwa
Dalam prosesi dan upacara penganugerahan gelar ta’uwa, rakyat yang diwakili oleh para pemangku adat mengumandangkan tuja’i-tuja’i (sajak-sajak suci). Sajak-sajak itu berisi aturan atau hukum-hukum yang mengatur kehidupan kejiwaan maupun perilaku si penerima gelar. Beberapa tuja’i yang penting untuk dibahas di sini adalah sebagai berikut.
Tuja’i persatuan Gorontalo-Limboto:
Wallahi-wallahi otutu
Hulontalo Limutu
U tutuwawuwa otutu
Dahayi bolo moputu
Ode janji to buku
Dengan Allah, Dengan Allah sesungguh-sungguhnya
Gorontalo Limboto
Yang sama dan serasi persis
Jangan sampai terputus
Seperti janji yang tertulis
Tuja’i ini mengingatkan bahwa di antara kedua Pohala’a ini (Gorontalo dan Limboto), telah terjalin suatu perjanjian tertulis yang dikukuhkan dengan sumpah pada 12 Sya’ban 1084 H. Limboto dan Gorontalo adalah bersaudara kembar-identik yang tak terpisahkan sepanjang zaman. Tidak mengherankan bila upacara penobatan olongiya lo limutu (Raja Limboto) sebagai ta’uwa dilaksanakan oleh jajaran adat Gorontalo. Begitu pula sebaliknya, bila olongiya lo Hulondlalo (Raja Gorontalo) yang diberi gelar, maka pelaksana upacaranya adalah masyarakat adat Limboto.
Tuja’i peringatan agar jangan tercerai:
Billahi, billahi, billahi
Limutu Hulontalo
Dahayi mawalo
Wonu bolo mawalo
Mowali mobunggalo
Dengan Allah 3x
Limboto Gorontalo
Jaga jangan sampai retak
Jika sampai retak
Akan menjadi hancur berantakan
Tuja’i telah menjelaskan sebab akibat, yaitu jika tidak memelihara kerukunan kedua negeri, maka negeri itu akan hancur dan masyarakat akan menjadi liar kembali. Limboto dan Gorontalo bukan bersaing dengan penonjolan, tetapi saling menopang dalam pembangunan. Perbedaan pendapat mesti dimusyawarahkan dalam lingkaran rasa persaudaraan yang kokoh.
Tuja’i pemantapan:
Tallahi, Tallahi, Tallahi
Delo tahuwa to nurani
Syara’a wawu adati
Wahu popobiibiya
Adati wawu syari’iya
Dila bolo wohiya motiya
Odudu’a lo tadiya
Dengan Allah 3x
Simpanlah dalam nurani
Syari’at (Islam) dan adat
Buatlah seimbang
Adat dan syariat
Jangan sampai ada tarik-ulur atau terpisah
Akan tertimpa sumpah (kutukan)
Tuja’i ini menegaskan bahwa adanya keseimbangan adat sebagai tata karama atau penata moral, syariat adalah kewajiban sebagai muslim dan pelanggaran adat berarti pelanggaran sumpah, pelanggaran syariat adalah dosa. Kedua-duanya akan menerpa setiap manusia pelaku dan penyandang gelar adat.
Tuja’i pengukuhan penguasaan:
Huta, huta lo ito Eeya
Tulu ,tulu lo ito Eeya
Dupoto, dupoto lo ito Eeya
Taluhu,Taluhu lo ito Eeya
Tawu, Tawu lo ito Eeya
Boo ito Eeya dila poluli hilawo
Tanah, tanah milik Tuanku
Api, api milik Tuanku
Angin, angin milik Tuanku
Air,air milik Tuanku
Rakyat, rakyat milik Tuanku
Tapi Tuanku jangan berbuat sesuka hati
Jelas dalam tuja’i tersebut, penyandang gelar ta’uwa diberikan kewenangan pada tanah air, angin, api dan manusia, tapi tidak dibenarkan sewenang-wenang menuruti hawa nafsu.
(Sumber: Mo'odelo, 2006, Penerbit: Pustaka Gorontalo, karya
Medi Botutihe, kolaborasi dengan Farha Daulima & Elnino)
Foto : Pak Medi Botutihe dan ibu Hadidjah Suratinoyo Botutihe dalam suatu kegiatan adat Gorontalo. Copyright foto : Mas Rosyid A Azhar
#gorontalo #artikel
No comments:
Post a Comment