Tuesday, January 7, 2025

Kajian Ta'Uwa Moodelo (2)

MOLAHULI

Setelah sang olongiya menerima gelar ta’uwa, maka para petinggi adat dan para tua-tua melaksanakan prosesi yang disebut molahuli (memberi nasehat, mengungkapkan harapan dan peringatan). Isi dari pesan-pesan tersebut pada pokoknya dimaksudkan agar sang ta’uwa yang baru dilantik ini benar-benar menjalankan kekuasaannya sebagai abdi penyandang beban amanah dari Allah SWT. Berikut ini beberapa tahuli (pesan-pesan) yang penting.

Menjaga harkat dan martabat:

Mbu’i bungale pulu
Wuwa’atiyo tilombulu
Batangiyo taa pulu
Hungaliyo tilombulu

Tuan turunan bangsawan
Asal usul orang keramat
Titisan para pangeran
Anaknya kini dijunjung

Menjaga kerukunan rumah tangga:
 
Dile U dile-dileto
Diludupo duleheto
Bolo ngango molahopo
Mo’o bu’a tomeleto

Istri yang dimanja-manja
Hilangkan kecurigaan
Jikalau mulut berucap salah
Akan terjadi perselisihan/perceraian

Pemimpin menyandang amanah Allah:

Timihupo to madala
To talohu to hulala
To po badari to Allah
To Azza Wajala
Wolo Nabi Mursala
Mo’o piyo to Allah
To’u mo’opiyo to Allah
Bolo du’a de Allah
Umuru Sejahtera

Pimpinlah negeri
Dengan arif dan bijaksana
Sesuai yang digariskan Allah
(yang digariskan Allah) Azza Wajala
Dan (ketentuan dari para) nabi yang suci dan benar
(Bekerja) demi kebaikan Allah
Agar baik di mata Allah
Berdoalah (selalu) kepada Allah
(agar) panjang umur dan sejahtera

Kepemimpinan yang rajin dan tulus:

Olohulo layito
To utiya to uwito
Pulanga pali-palito
U mopiyo to didipo
Bo hale motideto

Rajinlah selalu
Berbuat ini dan itu
Gelar sudah menyelimuti(mu)
Yang terbaik dalam hidup
Hanya hati ikhlas dan tulus

Menaati peraturan:

Donggo ito taa ta’uwa
Lipu hu’a aturuwa
Maa dila li’u-li’uwa
Wonu bolo o li’uwa
Wu’udio opuluwa

Selagi Tuan menjadi ta’uwa
Negeri segeralah diatur
Jangan diselewengkan
Jika terselewengkan
Aturan tegakkanlah

Tegas dalam keputusan/tindakan:

Ami tiyombu tumudu
Hiwolata lo’ wu’udu
Wonu motihuludu
To’olauto tumudu

Kami nenek/kakek penjaga aturan
Mempertahankan kaidah
Jika (kami) membangkang
Tuanlah yang menghakimi

Menjaga diri dari ucapan tercela:

To bandla muliya
Ito ma lo tahuliya
To lipu duluwo botiya
Leule elehiyo
Bolo ilo ilo lo’iya
Lo’iya u dila opiyo
To daata u manusia

Cucunda yang mulia
Kita sudah saling mengikat janji
Di kedua negeri ini
Sekali-kali janganlah
(Janganlah) berkata-kata
Kata-kata yang tidak terpuji
Kepada banyak orang

Kepedulian akan kesejahteraan rakyat:

Ami tiyombu tanggapa
Hepipide Hewalata
Tomobohimu palata
O lale lo huwa data
Dahayi hulalata
Tunggulo u ilomata
Wu’udiyo bubulata
To bandla wombu ilata

Kami kakek/ nenek mengawasi
Semua siap siaga
Mengatasi kesulitan
(demi) kepentingan rakyat jelata
Rawatlah kesejahteraan (rakyat)
Sampai ada karya nyata
Tetapkan norma dan aturan
Bagi anak cucu tercinta

Kedelapan tuja’i tersebut adalah harapan masyarakat (ulipu) agar sang pemimpin atau penguasa menjalankan tugasnya sebgai khalifah pemimpin rakyat dan pemimpin umat yang benar-benar penyandang Amanah Allah, dan menjaga gelar itu sampai pada akhir hayatnya, sehingga gara’i (gelar adat yang diberikan kepada orang yang sudah mangkat) akan lebih tinggi nilainya dari pulanga yang dimiliki semasa hidup, atau sekurang-kurangnya sama derajatnya. Pemimpin mesti dapat meniru bulewe (pokok pinang) seperti pesan para tetua; Donggo hu’u-hu’umo sambe wonu, to’u lo ngo’abu lebe ma’o wonu liyo, tunggulo u maa lo lolante debo wonu-wonu. Artinya; sebelum mekar sangat harum, setelah mekar lebih semerbak harumnya, bahkan ketika dia layu pun tetap harum dimana-mana.

(Sumber: Mo'odelo, 2006, Penerbit: Pustaka Gorontalo, karya
Medi Botutihe, kolaborasi dengan Farha Daulima & Elnino)

Foto : Beberapa di antara banyak buku yang pernah ditulis oleh Medi Botutihe, juga beberapa buku tentang Medi Botutihe.

Elnino M Husein Mohi

Saturday, January 4, 2025

Kajian Ta'Uwa Moodelo (1)

Tulisan Elnino Mohi 

Tuja’i Penganugerahan Gelar Ta’uwa

Dalam prosesi dan upacara penganugerahan gelar ta’uwa, rakyat yang diwakili oleh para pemangku adat mengumandangkan tuja’i-tuja’i (sajak-sajak suci). Sajak-sajak itu berisi aturan atau hukum-hukum yang mengatur kehidupan kejiwaan maupun perilaku si penerima gelar. Beberapa tuja’i yang penting untuk dibahas di sini adalah sebagai berikut.

Tuja’i persatuan Gorontalo-Limboto:

Wallahi-wallahi otutu
Hulontalo Limutu
U tutuwawuwa otutu
Dahayi bolo moputu
Ode janji to buku

Dengan Allah, Dengan Allah sesungguh-sungguhnya
Gorontalo Limboto
Yang sama dan serasi persis
Jangan sampai terputus
Seperti janji yang tertulis

Tuja’i ini mengingatkan bahwa di antara kedua Pohala’a ini (Gorontalo dan Limboto), telah terjalin suatu perjanjian tertulis yang dikukuhkan dengan sumpah pada 12 Sya’ban 1084 H. Limboto dan Gorontalo adalah bersaudara kembar-identik yang tak terpisahkan sepanjang zaman. Tidak mengherankan bila upacara penobatan olongiya lo limutu (Raja Limboto) sebagai ta’uwa dilaksanakan oleh jajaran adat Gorontalo. Begitu pula sebaliknya, bila olongiya lo Hulondlalo (Raja Gorontalo) yang diberi gelar, maka pelaksana upacaranya adalah masyarakat adat Limboto.

Tuja’i peringatan agar jangan tercerai:

Billahi, billahi, billahi
Limutu Hulontalo
Dahayi mawalo
Wonu bolo mawalo
Mowali mobunggalo

Dengan Allah 3x
Limboto Gorontalo
Jaga jangan sampai retak
Jika sampai retak
Akan menjadi hancur berantakan

Tuja’i telah menjelaskan sebab akibat, yaitu jika tidak memelihara kerukunan kedua negeri, maka negeri itu akan hancur dan masyarakat akan menjadi liar kembali. Limboto dan Gorontalo bukan bersaing dengan penonjolan, tetapi saling menopang dalam pembangunan. Perbedaan pendapat mesti dimusyawarahkan dalam lingkaran rasa persaudaraan yang kokoh.

Tuja’i pemantapan:

Tallahi, Tallahi, Tallahi 
Delo tahuwa to nurani
Syara’a wawu adati
Wahu popobiibiya
Adati wawu syari’iya
Dila bolo wohiya motiya
Odudu’a lo tadiya

Dengan Allah 3x
Simpanlah dalam nurani
Syari’at (Islam) dan adat
Buatlah seimbang
Adat dan syariat
Jangan sampai ada tarik-ulur atau terpisah
Akan tertimpa sumpah (kutukan)
 
Tuja’i ini menegaskan bahwa adanya keseimbangan adat sebagai tata karama atau penata moral, syariat adalah kewajiban sebagai muslim dan pelanggaran adat berarti pelanggaran sumpah, pelanggaran syariat adalah dosa. Kedua-duanya akan menerpa setiap manusia pelaku dan penyandang gelar adat.

Tuja’i pengukuhan penguasaan:

Huta, huta lo ito Eeya
Tulu ,tulu lo ito Eeya
Dupoto, dupoto lo ito Eeya
Taluhu,Taluhu lo ito Eeya
Tawu, Tawu lo ito Eeya
Boo ito Eeya dila poluli hilawo

Tanah, tanah milik Tuanku
Api, api milik Tuanku
Angin, angin milik Tuanku
Air,air milik Tuanku
Rakyat, rakyat milik Tuanku
Tapi Tuanku jangan berbuat sesuka hati

Jelas dalam tuja’i tersebut, penyandang gelar ta’uwa diberikan kewenangan pada tanah air, angin, api dan manusia, tapi tidak dibenarkan sewenang-wenang menuruti hawa nafsu.

(Sumber: Mo'odelo, 2006, Penerbit: Pustaka Gorontalo, karya
Medi Botutihe, kolaborasi dengan Farha Daulima & Elnino)

Foto : Pak Medi Botutihe dan ibu Hadidjah Suratinoyo Botutihe dalam suatu kegiatan adat Gorontalo. Copyright foto : Mas Rosyid A Azhar

#gorontalo #artikel