Tulisan dari Rosyid A Azhar
Setelah tinggal selama dua tahun di wilayah asisten residen Gorontalo, Robert Wolter Baron Van Hoevel sudah mampu mengenali kondisi masyarakat dan daerah, termasuk kemampuan mereka di daerah yang padat maupun kurang penduduk.
RW. Baron van Hoevell membuat catatan produk pertanian penting yang dikembangkan di Gorontalo, juga budidaya pertanian baru yang dianggap memiliki prosptektif di masa depan.
Namun kondisi sejumlah daerah di Gorontalo saat itu tidak sepenuh dapat dikontrol oleh pememrintah Hindia Belanda meskipun ada pemerintahan di bawahnya di wilayah Gorontalo, Paguat, Bone, Kwandang dan Limboto, banyak daerah-daerah yang berdiri sendiri dan saling bergesekan satu sama lain. Tidak ada jaminan kepemilikan hak, karena antardaerah terjadi perselisihan. Para pemimpin daerah ini juga menentang upaya pemerintah Hindia Belanda untuk menjalankan kebijakan industri di daerahnya. Para pedagang lokal juga hanya sampai di daerah pesisir untuk melakukan transaksi.
Produk pertanian tidak dapat mencukupi kebutuhan masyarakat, lahan pertanian banyak terdapat tanah keras dan sulit ditanami. Pada daerah ketinggian lapisan tanah atas (top soil) sangat tipis, tidak bisa ditanami tamaman yang memiliki akar dalam. Batu kapur adalah pemandanagn yang biasa. Banyak orang mengira di bagian pegunungan lebih subur, bamun faktanya sebaliknya.
Pengairan pertanian menggunakan sungai alam, hanya ada sungai yang layak dilayari dengan perahu kecil di bagian muara.
Produk pertanian adalah beras, namun komodfitas ini tidak mencukupi untuk kebutuhan masyarakat. Demikian juga dengan produksi jagung. Bulir beras Gorontalo sangat kecil, kadar kapurnya tinggi, nilai gizinya rendah. Jika gabah sudah dikupas menjadi beras, maka daya simpannya pun sangat pendek.
Upaya pemerintah hindia belanda untuk mendatangkan benih padi dari daerah lain banyak dilakulkan, namun hasilnya tetap saja tidak sesuai harapan. Unsur hara tanah memang sangat minim, meskipun dilakukan pembajakan sawah berulang kali.
Padi yang ditanam di daerah yang memiliki ketersediana iar berlimpah diharapkan dapat memberi hasil panen yang berlimpah. Benih yang berulang ditanam juga diharapkan akan menghasilkan tanaman yang benih yang adaptif.
Setiap tahun banyak ladang yang menganggur, lahan ini tidak dibajak. Dalam beberapa bulan terakhir pemerintah hindia belanda mencatat harag beras berada pada ksaran 6-8 gulden
Dalam beberapa bulan terakhir harga beras di Gorontalo seringkali berada di antara 6-8 gulden per pikol, namun ketersediaannya sangat langka.
Hampir tidak ada dataran tinggi di wilayay asisten residen Gorontalo, ini berarti bukan daerah yang cocok untuk pengembangan tanaman kopi. Kenyataannya tanaman kopi tidak menghasilkan buah yang maksimal meskipun ada beberapa yang tumbuh baik, naun secara umum produktifitasnya rendah. Pemerintah Hindia Belanda sudah mencoba menanam kopi di daerah ketinggian namun hasiolnya tetao saja tidak sesuai harapan.
Tidak berhasilnya komoditas ini sangat mungkin akibat tipisnya top soil dan rendahnya unsur hara. Kopi yang ditanam di sekitar atau permukiman warga yang sering dipupuk menghasilkan buah yang banyak.
Di komoditas lain, budidaya kapan juga tidak maksimal, bahkan produk kapas tidak dapat memenuhi kebutuhan masyarakat Gorontalo.
Mengumpulkan produk kapas masyarakat sudah tidak bisa dilakukan, kecuali pememrintah membujuk masyarakat untuk membangun perkebunan kapas dalam jumlah besar yang dapat menjamin pasokan secara teratur maka komoditas ini sangat mungkin untuk dikembangkan karena memiliki potensi keberhasilan yang besar.
Optimistis ini m,uncul karena kondisi tanah Gorontalo cocok ditanami pohon kapas yang merupakan tanaman semak atau perdu. Jika pun tanaman iuni berhasil tumbuh dan berproduksi, namun hasilnya tidak mampu bersaing dengan kamoditas serupa dari daerah lain.
Menurut pendapat para ahli kapas Gorontalo berserat pendek dan dari segi nilai dan harga sangat mirip dengan kapas dari pulau Bali. Kapas mentah diperdagangkan di kalangan penduduk asli dengan harga ƒ 0,065 hingga ƒ 0,075 katti, namun, sebagaimana disebutkan di atas, jarang atau tidak pernah tersedia dalam jumlah yang besar. Sayangnya para pedagang arab dan cina tidak tertarik dengan komoditas ini.
Tembakau banyak dibicarakan orang dalam dunia perdagangan, sebagian orang membayangkan sebagai gunung emas. Tembakau ini adalah tembakau Gorontalo yang berbeeda vaietas dengan tembakau yang ditanam di kelokan daratan teluk Tomini misalnya tembakau Tinombo. Faktanya tidak ada perkebunan tembakau yang dikelola secara baik dalam jumlah yang besar. Produksinya selalu berada jauh di bawah kebutuhan, sementara pasokan dari luar daerah berupa tembakau siap pakai, yang berasal dari Tinombo.
Di wilayah Kwandang yang menjadi bagian dari wilayah kerajan Atinggola, ribuan tanaman tembakau dibudidayakan setiap tahunnya. Sebagian tanaman diolah secara tradisional, sebagian dijadikan komoditas di daerah pesisir di pantai utara. Sayangnya penanaman dan perdagangan tersebut terlalu kecil dan tidak teratur untuk dijadikan dasar penghitungan.
Percobaan penanaman komoditas ini sempat dilakukan satu kali di Gorontalo untuk pasar Eropa, namun hasil yang diperoleh pada saat itu tampaknya tidak mendorong pengulangan kualitas tembakau yang diperoleh pada saat itu, ditanam dan diolah di bawah pengawasan seorang ahli dari Eropa pada lahan hutan yang baru dibuka, cukup baik, produk yang diperoleh tidak berhasil.
Varietas tyembakau juga didatangkan dari daerah lain di Hindia Belanda. Sejumlah kecil cerutu dibuat dari tembakau Gorontalo, dibuat dari beberapa daun tanaman pilihan, ditanam atas desakan para pejabat Eropa dan pribumi di tempat-tempat kecil yang subur.
Asisten Residen membuat regulasi penanaman tembakau yang belum banyak diketahui oleh penduduk Gorontalo. Warga dipaksa meninggalkan tanaman yan biasa mereka budidayakan dan beralih ke tembakau, regulasi ini berhasil memaksa sepertiga penduduk untuk menanam tembakau. Paksaan ini diprediksi mampu menghasilkan 6600 pikol tembakau.
Perhitungan pemerintah menyatakan 3.300 dari 10.000 keluarga masing-masing menanam 3000 tanaman tembakau sesuai standar eropa. Program ini dibebankan kepada raja dan penyelenggara peemrintahan di bawahnya. Pememrintah Hindia Belanda hanya bertugas melakukan pengawasan umum atas jalannya program ini sebagaimana telah diatur dalam berbagai kontrak lama.
Ia menilai orang Gorontalo lebih berbakat sebagai pedagang adri pada sebagai petani. Namun jika sebagai pedagang mereka kekuranagn modal, namun juga tidak cocok sebagai petani karena mereka tidak terbiasa dengan pekerjaan tetap. Tubuh petani umumnya yang lemah, kualitas makanan tidak memadai membuatnya tidak mampu melakukan aktivitas yang signifikan.
Praktik di bidang pertanian dilakukan dengan cara yang paling primitif, karena semua peralatan pertanian yang penting masih kurang dan dtidakntahu harus bagaiamana, sebagai akibat dari cara hidup nomaden yang dianut selama ini. (R., 20 Juli 1871)
Sumber Tijdschrift voor nederlandsch indië van D W.R. Baron van Hoevell, voortgezet door eene vereeniging van staatslieden en geletterden.
Derde Serie.
5de jaargang
tweede deel
Te Zalt-bommel, bij Joh. Noman en Zoon, 1871.